Sabtu, 15 Oktober 2011

Nikmatilah, niscaya ketagihan.

Yang pertama kali dirasakan oleh manusia hidup adalah rasa nikmat, dan tidak nikmat atau enak dan tidak enak. Lihatlah pada bayi yang baru dilahirkan, begitu keluar dari rahim ibu terjadi perubahan suhu, keadaan, sehingga terasa jadi tidak nyaman, tidak enak, bayi banyak bergerak dan menangis sekeras-kerasnya. Kalau bayi begitu lahir menangis dan banyak bergerak berarti syaraf-syaraf perasa baik dan normal, maka tersenyum dan tertawalah kedua orang tuanya. Sebaliknya jika bayi yang dilahirkan diam tidak menangis, tidak banyak bergerak, maka kedua orang tuanya bersedih, bayi tersebut dirasa dan dianggap tidak normal, tidak sehat.

Dalam merasakan, manusia tidak pernah belajar, sampai sekarang tidak ada sekolah perasaan. Orang tua, guru,dosen, atau ustadz tidak pernah mengajarkan perasaan kepada murid-muridnya. Sampai sekarang belum ada sekolah rasa perikemanusiaan, sekolah tinggi rasa ketuhanan dll. Padahal kalau dikembangkan sangat baik untuk kehidupan, sebab orang yang paling baik dan paling berhasil dalam pergaulan adalah orang yang paling pandai merasakan keadaan orang lain. Coba rasakan bagaimana perasaan orang yang tidak punya uang, atau perasaan orang miskin di tengah orang kaya, atau perasaan orang ternista, dan terhina. Coba rasakan bagaimana perasaan menjadi orang terkenal, perasaan menjadi orang kaya raya, perasaan menjadi presiden dll. Perasaan akan langsung menjawab dengan benar jika telah betul-betul mengalami dan merasakan dalam keadaan sebenarnya. Merasakan keadaan orang lain kebanyakan hanya diduga-duga karena tidak pernah mengalami dalam keadaan persis seperti itu. Orang yang pandai merasakan keadaan orang lain akan bersikap toleran dan bijaksana.

Inti perasaan baik adalah nikmat, dan inti perasaan buruk adalah siksa. Rasa nikmat dan siksa ini melekat sepanjang hayat, malah melekat sampai berakhir kiamat. Itulah mengapa ALLAH SWT menyediakan syurga dan neraka, disanalah tempat mutlak rasa nikmat dan siksa. Yang dikejar setiap manusia hidup adalah rasa nikmat. Kenapa manusia ingin kaya, sebab dalam kekayaan terlihat banyak kenikmatan. Mengapa manusia ingin terkenal, karena dalam keterkenalan terlihat banyak kenikmatan. Mengapa banyak manusia ingin menjadi pejabat, karena menjadi pejabat terlihat banyak kenikmatan. Kalaulah dalam kekayaan yang ada hanya siksaan, kalaulah dalam keterkenalan yang ada hanya siksaan, kalaulah dalam pangkat dan jabatan yang ada hanya siksaan, sudah pasti tidak akan ada seorang manusiapun yang menginginkan kekayaan, terkenal, atau punya jabatan. Padahal perasaan nikmat dan siksa itu berada melekat dengan dirinya sendiri, bukan berada diluar diri, bukan berada pada harta benda, bukan berada pada keterkenalan, bukan berada pada tahta atau jabatan. Kita melihat harta benda, jabatan, atau keterkenalan seperti patamorgana. Kita sepertinya berada dalam kehausan di padang pasir gersang, melihat harta benda, tahta atau jabatan, melihat keterkenalan seperti kolam air segar kenikmatan. Padahal kenyataannya harta benda belum tentu hanya melahirkan kenikmatan, nyatanya banyak orang kaya raya yang berakhir ternista di penjara, tidak sedikit pejabat tinggi suatu negara berakhir sengsara dihina. dicaci maki, diburu, menjadi buronan anak-anak bangsa,atau berakhir dibunuh, dipenjara, tidak sedikit orang terkenal mati bunuh diri, ternista banyak manusia, terlunta-lunta tersiksa merindukan hidup berada dalam ketenangan ketentraman.

Perasaan nikmat dan siksa pada diri manusia kadarnya deberikan ALLAH SWT sama saja, nikmat yang dirasa syaraf rasa, seperti pahit atau manis sama saja,  nikmat yang dirasa hati seperti tenang, tentram, gembira, suka, duka, sedih sama saja, hanya pikiranlah yang membedakannya karena hanya melihat rupa, jenis dan penampilan. Nikmatnya makanan terletak pada kelaparan, nikmatnya minuman terletak pada kehausan, nikmatnya sesuatu terletak pada pengalaman baru, dan jarang atau tidak pernah merasakan. Tanyakanlah pada orang yang biasa makan di restoran dengan berbagai sajian jenis makanan, bagaimana rasanya, dia akan menjawab, aaaah itu biasa-biasa saja. Tapi coba tanyakan kepada orang yang baru merasakan makan direstoran, karena ketidak mampuan keuangan, dia akan menjawab, waaah bukan main nikmatnya. Tanyakan pada orang yang biasa bepergian naik sedan sendiri, dia akan menjawab, itu biasa-biasa saja, namun tanyalah pada orang yang diajak dan pertama kali naik mobil sedan. Oleh karena itu janganlah menjadi orang yang tergila-gila harta, tahta atau keterkenalan. Jangan pula tersiksa iri melihat keadaan orang.  Biasa-biasa sajalah, nikmatilah apa-apa yang telah berada bersama kita, dan syukurilah. Itulah sebenarnya kenikmatan yang nyata.

Setiap manusia cenderung pada kenikmatan dan trauma (enggan mengulang) siksa. Setiap sesuatu yang dirasa nikmat akan terus berusaha untuk kembali dilakukan, dan setiap sesuatu yang dirasa jadi siksa akan berusaha menghindar, menjauhinya, enggan kembali merasakan dan melakukan. Kenapa meroko sangat sukar dihentikan, karena dalam meroko ada kenikmatan. Kenapa pemabuk sukar sekali dihentikan, karena, pemabuk merasakan kenikmatan. Kenapa penjudi sukar menghentikan kebiasaan, karena penjudi merasakan kenikmatan. Sebenarnya apapun yang dilakukan dan merasakan kenikmatannya, diri akan berusa untuk kembali dan terus kembali melakukannya.Alangkah baiknya jika kita merasakan kenikmatan dalam melakukan kebaikan-kebaikan, sehingga setiap diri terus berusaha untuk melakukan kebaikan-kebaikan tersebut. Oleh karena itu nikmatilah setiap kita melakukan kebaikan, dan traumalah dengan melakukan hal-hal yang buruk, tidak bermanfaat dan membahayakan.

Nikmatilah pekerjaan baik sehari-hari kita. Kita pelajar atau mahasiswa, nikmatilah saat-sat belajar dan kuliah, niscaya akan ketagihan untuk terus belajar dan atau kuliah. Kita seorang pegawai, nikmatilah saat-saat bekerja, niscaya akan ketagihan untuk terus tekun bekerja. Kita seorang guru, nikmatilah saat-saat mengajar, tentu akan ketagihan untuk terus mengajar. Galilah segala sesuatu yang dapat melahirkan rasa nikmat atau senang dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Sebenarnya dalam segala sesuatu yang baik terdapat potensi-potensi kenikmatan dan siksaan. Temukan dan angkat kenikmatannya, tinggalkan atau buang jauh-jauh siksaannya. Dalam membaca atau belajar ada kenikmatan, dalam bekerja ada kenikmatan, dalam mengajar ada kenikmatan, dalam bergaul beteman banyak ada kenikmatan, dalam shalat banyak kenikmatan, dalam dzikir banyak kenikmatan, dalam menolong orang ada kenikmatan, dalam sedekah ada kenikmatan. Nikmatilah setiap pekerjaan baik kita, tentu kita akan ketagihan untuk terus melakukan kebaikan.

Yang biasa menunjang dan mendukung untuk menemukan kenikmatan dalam setiap pekerjaan baik kita adalah perasan pula. Rasa butuh, rasa tenang tentram (khusu), rasa suka, bisa membawa kita menemukan rasa nikmat dalam bekerja atau beramal. Rasa terpaksa, rasa rusuh ingin segera selesai, rasa tidak butuh biasa melahirkan kesal dan gelisah, sehingga setiap pekerjaan baik dirasakan sangat menyiksa.

Kenapa dalam melakukan shalat yang sangat banyak sekali faedah untuk kesehatan dan ketentraman pikiran tidak pernah dirasakan kenikmatannya, sehingga hanya dilakukan sekedar melaksanakan kewajiban dan menjadi sebuah keterpaksaan. Karena shalat hanya dianggap kewajiban, tidak ada rasa butuh, dan rasa suka pada shalat. Padahal diantara manfaat shalat, dari geraka-gerakannya saja mampu menormalkan kembali setiap organ tubuh, mampu menormalkan kembali kacaunya pikiran dan perasaan jadi tenang tentram, belum lagi bila dilakukan dengan khusu meresapi setiap yang dibaca, minimal bakal mampu menyegarkan hati dari perasaan dan pikiran-pikiran buruk. Bayangkan setelah shalat subuh kita sibuk bekerja, sibuk belajar, sibuk berhubungan dengan sesama manusia, sibuk berhubungan dengan dunia melahirkan berbagai pikiran dan perasaan, melelahkan badan, setelah tengah hari melakukan shalat dhuhur dengan baik dan khusu, maka kembalilah semangat, kesegaran badan, dan kesegaran pikiran perasaan, kemudian terjun lagi bergelut dengan urusan-urusan dunia, setelah waktu ashar kembali shalat ashar mengembalikan kesegaran tubuh, pikiran dan perasaan. Sehari semalam minimal shalat dilakukan lima kali. Jika dilakukan dengan benar, baik dan nikmat bakal mampu menjaga kesehatan badan, pikiran dan perasaan kita. Oleh karena itu lakukan shalat dengan baik dan benar, tanamkan rasa suka dan butuh pada shalat.............................

Nikmatilah shalat, niscaya akan ketagihan untuk terus melakukan shalat. Nikmatilah berdzikir bermunajat, berdekat dekat dengan ALLAH SWT niscaya akan ketagihan untuk terus mengulang-ngulang melakun dzikir, munajat, berdekat-dekat dengan ALLAH....... InsyaALLAH.

1 komentar:

  1. sholat bagi saya seperti merasakan ada yang kurang kalau belum dilaksanakan.

    entah, apakah perasaan itu sudah pada tahap membutuhkan atau baru sampai tahap kewajiban.

    tapi,
    yang pasti saya akan terus belajar dan menemukan kenikmatan yang hakiki.

    dan saya juga akan terus menemukan hal positif apa yang terdapat kenikmatan buat saya sehingga akan ketagihan dalam melakukannya.
    terus mencari.

    BalasHapus